Terima Laporan Dewi, Polisi Periksa Dugaan Rekayasa Novel


Terima Laporan Dewi, Polisi Periksa Dugaan Rekayasa Novel Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono. (CNN Indonesia/ Patricia Diah Ayu Saraswati)

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya telah menerima laporan politikus PDIP Dewi Tanjung soal dugaan rekayasa kasus penyidik KPK Novel Baswedan.

Langkah selanjutnya, kata Argo, polisi tengah mempelajari dulu laporan yang dibuat Dewi kemarin petang.

"Laporannya sudah masuk dan kita sedang pelajari, kita lakukan penyelidikan," ujar Argo ketika dikonfirmasi, Kamis (7/11).


Dewi melaporkan dugaan rekayasa penyiraman air keras ke Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya kemarin. Dalam laporannya, Dewi melaporkan Novel melakukan pelanggaran Pasal 26 ayat (2) juncto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Laporan ke polisi itu bernomor LP/7171/XI/2019/PMJ/Dit. Reskrimsus itu.

Dewi mengaku sengaja melaporkan Novel ke polisi karena curiga penyiraman air keras yang terjadi pada April 2017 silam itu hanya rekayasa Novel. Dewi menilai banyak yang janggal atas penyiraman air keras terhadap Novel tersebut. Di antaranya Dewi mempermasalahkan soal letak perban Novel yang dililitkan pada bagian kepala dan hidung ketika dirawat di RS Mitra Keluarga, Jakarta Utara.

"Kepala yang diperban tapi tiba-tiba mata yang buta gitu kan," ujarnya di Polda Metro Jaya.

Selain itu ia juga mempertanyakan kondisi kulit wajah Novel yang disebutnya masih mulus setelah disiram air keras orang tak dikenal.

"Kesiram air panas aja itu pun akan cacat, apalagi air keras," tutur Dewi.

Mengenai rekaman video pengawas (CCTV) Dewi menduga insiden itu direkayasa lantaran reaksi Novel ketika disiram air keras kurang terlihat kesakitan.

"Orang kalau sakit itu tersiram air panas [saja] reaksinya tidak berdiri, tapi akan terduduk jatuh terguling-guling," ujarnya.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107141913-12-446357/terima-laporan-dewi-polisi-periksa-dugaan-rekayasa-novel
Share:

Jaksa Agung Ungkap Hambatan Penyelesaian Kasus HAM Berat


Jaksa Agung Ungkap Hambatan Penyelesaian Kasus HAM Berat Jaksa Agung ST Burhanuddin. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut salah satu hambatan yang dihadapi pihaknya dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat adalah ketiadaan pengadilan HAM ad hoc hingga saat ini.

Pasalnya, menurut dia, proses penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM hanya bersifat mendukung proses penegakan hukum atau pro justitia yang masih memerlukan izin dari ketua pengadilan untuk kemudian perkaranya diputuskan di pengadilan HAM ad hoc.

"Beberapa hambatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat [karena] belum adanya pengadilan HAM ad hoc," kata Burhanuddin dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (7/11).

Dia menerangkan Kejaksaan Agung menangani 15 kasus pelanggaran HAM berat hingga saat ini. Menurutnya, tiga di antara perkara itu telah selesai, yakni aksi kekerasan di Timor Leste pada 1999; Tragedi Tanjung Priok pada 1984; serta kasus yang terjadi di Abepura, Papua pada 2000.
Kini, ucap Burhanuddin, 12 kasus pelanggaran HAM berat lainnya yang belum diselesaikan terbagi dalam dua periode yakni sebelum dan sesudah penerbitan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Kasus yang masuk periode sebelum pengesahan UU Pengadilan HAM, katanya, ialah Tragedi pada 1965; penembakan misterius pada 1982; peristiwa Talangsari pada 1989; penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada 1995 hingga 1998; Tragedi Trisakti pada 1998, insiden Semanggi I dan Semanggi III pada 1998; pembantaian Banyuwangi pada 1998; insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh pada 1999; serta peristiwa Rumah Geudong pada 1989.

Kemudian, kasus yang masuk periode setelah pengesahan UU Pengadilan HAM adalah kasus Wasior Berdarah pada 2001, peristiwa Wamena Berdarah pada 2003, peristiwa Jambo Keupok pada 2003, hingga Paniai Berdarah pada 2014.

Menurutnya, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan terhadap 12 kasus pelanggaran HAM tersebut. Namun, 12 kasus tersebut belum memenuhi syarat formil dan materiil.

"Tahap penanganan perkara HAM yang telah dilakukan 12 perkara hasil penyelidikan Komnas HAM telah dipelajari dan diteliti, hasilnya baik persyaratan formil dan materiil belum memenuhi secara lengkap," kata Burhanuddin.

Dia menyebut kasus Tragedi 1965, insiden Semanggi I, serta Semanggi II telah dinyatakan tidak termasuk kasus pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil Rapat Paripurna DPR beberapa waktu lalu.

Sedangkan kasus Paniai Berdarah pada 2014, lanjutnya, masih dalam tahap penyidikan oleh pihak kepolisian hingga saat ini.
"Perkara Paniai tahun 2014 masih berupa SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) yang sampai saat ini belum ditindaklanjuti dengan hasil penyelidikan sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat 1 ayat 2 UU Pengadilan HAM," katanya.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107142131-12-446354/jaksa-agung-ungkap-hambatan-penyelesaian-kasus-ham-berat
Share:

Hukuman Dipotong Hakim, Ahmad Dhani Keluar Penjara


Hukuman Dipotong Hakim, Ahmad Dhani Keluar Penjara Politikus Gerindra Ahmad Dhani. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur memberikan keringanan hukuman penjara untuk Ahmad Dhani Prasetyo dalam putusan banding terkait kasus pencemaran nama baik lewat vlog ujaran 'idiot'.

Hakim PT memberi keringanan hukuman pidana dari vonis PN Surabaya 1 tahun penjara menjadi pidana hanya 3 bulan penjara dengan 6 bulan percobaan.

Dengan demikian, politikus Partai Gerindra tersebut tak harus menjalani hukuman. Kendati demikian PT tetap memvonis Dhani bersalah.

Turunnya hasil banding kasus Ahmad Dhani ini telah ditampilkan dalam sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya yang dilihat CNNIndonesia.com, Kamis (7/11).
Perkara dengan nomor 1272/PID.SUS/2019/PT SBY ini diputuskan oleh tiga majelis hakim yang diketuai oleh PH Hutabarat, dan dua hakim anggota, Agus Jumardo dan RR Suryowati.

Dalam putusan itu, hakim menyatakan menerima permintaan banding dari Dhani dan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Surabaya, serta mengubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 11 Juni 2019 Nomor 275/Pid.Sus/2019/PN Sby.

"Menyatakan terdakwa Dhani Ahmad Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik," bunyi putusan tersebut.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 6 (enam) bulan berakhir," lanjutnya.

Saat dikonfirmasi terkait hal ini, kuasa hukum Dhani, Aldwin Rahardian Megantara mengapresiasi putusan hakim yang menurunkan hukuman kliennya, dari satu tahun penjara menjadi 3 bulan penjara 6 bulan percobaan.

"Saya mengapresiasi putusan tersebut. Saya masih akan konsultasikan dulu dengan Dhani terkait dengan hal ini," kata Aldwin.

Sebelumnya, Dhani dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Pada 11 Juni 2019, putusan Nomor 275/Pid.Sus/2019/PN Sby, Ahmad Dhani divonis pidana selama 1 tahun penjara.

Ahmad Dhani didakwa telah melakukan perbuatan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3.

Kasus ini bermula ketika Dhani membuat vlog bermuatan ucapan 'idiot' saat ia berencana menghadiri deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya, 26 Agustus 2018.

Dhani kemudian dilaporkan aktivis Koalisi Bela NKRI ke Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). Pelapor merupakan salah satu elemen yang berdemo menolak deklarasi #2019GantiPresiden.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107191940-12-446460/hukuman-dipotong-hakim-ahmad-dhani-keluar-penjara
Share:

Novel Akan Laporkan Balik Politikus PDIP soal Kasus Air Keras


Novel Akan Laporkan Balik Politikus PDIP soal Kasus Air Keras Penyidik KPK Novel Baswedan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Novel Baswedan melalui tim kuasa hukumnya bakal melaporkan balik politikus PDIP Dewi Tanjung ke polisi atas 

Anggota Tim Kuasa Hukum Novel, Saor Siagian mengatakan Dewi telah melakukan kebohongan karena menilai peristiwa penyiraman air keras sebagai sesuatu yang direkayasa. Dia akan melaporkan balik Dewi pada pekan depan.

"Kami sepakat, tim kuasa hukum sepakat, kemudian diminta oleh Novel untuk segera juga melakukan tindakan hukum. Oleh karena itu kami akan melakukan pelaporan terhadap pidananya," kata Saor Siagian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/11).

Lihat juga: Novel Baswedan Jawab Netizen Soal Rekayasa Siram Air Keras
Kebohongan yang dilakukan Dewi dalam laporannya, kata Saor, dapat dilihat dari sejumlah peristiwa, seperti hasil penyelidikan Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM dan Tim Gabungan bentukan Polri yang sepakat bahwa Novel diserang dengan air keras.

Bahkan, Tim Gabungan Polri menyatakan cairan yang digunakan untuk menyerang Novel adalah asam sulfat (H2S04). Selain itu, juga ada permintaan dari Presiden Joko Widodo kepada mantan Kapolri Tito Karnavian untuk mengungkap kasus tersebut dalam waktu tiga bulan menunjukkan bahwa ada fakta hukum yang membenarkan Novel diserang.

Lebih lanjut, Saor menyoroti perihal rekam medis pengobatan Novel yang tak satu pun menyebut bahwa penyidik KPK tersebut merekayasa kejadian.


"Rekam medis itu tidak bisa dibohongi, itu adalah profesional dokter saya minta misalnya dia cek ke rumah sakit waktu dia [Novel] diserang. Kemudian Kapolri datang karena saya ada di sana, Kapolda datang memastikan dan kemudian negara membiayai apa namanya pengobatan saudara Novel ini sampai ke Singapura," katanya.

Novel, tutur Saor, merasa terpukul dengan pelaporan yang menyebut dirinya merekayasa penyiraman air keras. Menurut Saor, tindakan politikus PDIP tersebut di luar batas kemanusiaan.

Dia menambahkan sebaiknya Dewi mengunjungi Novel secara langsung untuk mengecek keadaan yang sebenarnya dibanding membuat kesimpulan yang tidak berdasar.

"Saya mengatakan, saya kira tidak ada lagi unsur kemanusiaannya si pelapor ini," kata Saor.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya sedang mempelajari laporan dugaan rekayasa penyiraman air keras Novel Baswedan.

"Laporannya sudah masuk dan kita sedang pelajari, kita lakukan penyelidikan," ujar Argo ketika dikonfirmasi, Kamis (7/11).



sumber  https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107193820-12-446473/novel-akan-laporkan-balik-politikus-pdip-soal-kasus-air-keras
Share:

Novel Tanggapi Pelaporan Dewi Tanjung ke Polisi: Ngawur


Novel Tanggapi Pelaporan Dewi Tanjung ke Polisi: Ngawur Penyidik KPK Novel Baswedan. (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyatakan aksi kader PDIP Dewi Tanjung yang melapor ke polisi bahwa teror air keras terhadap dirinya sebaga rekayasa itu tak berdasar.

"Ngawur itu," kata Novel, Kamis (7//11) seperti dilansir Antara.

Dewi melaporkan dugaan rekayasa penyiraman air keras kepada Novel itu ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11). Ia menyebut kasus itu rekayasa karena Novel tak memiliki bekas luka bakar di kulit wajahnya.
Atas pernyataan tersebut, Novel menilai bahwa Dewi mempermalukan dirinya sendiri.

"Kata-kata orang itu jelas menghina lima rumah sakit, tiga rumah sakit di Indonesia dan dua rumah sakit di Singapura," ujar Novel.

Secara terpisah, tim Advokasi Novel Baswedan menilai laporan dugaan rekayasa penyiraman air keras oleh Dewi Tanjung ke polisi sebagai bentuk fitnah.

"Ini tindakan yang sudah mengarah pada fitnah dan merupakan tindakan di luar nalar dan rasa kemanusiaan," kata salah satu kuasa hukum Novel, Alghiffari Aqsa kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/11).

Alghiffari mengatakan penyerangan yang mengakibatkan kliennya mengalami kebutaan sudah jelas dan telah terbukti sebagai fakta hukum.

Novel Tanggapi Pelaporan Dewi Tanjung ke Polisi: NgawurPolitikus partai politik PDI Perjuangan Dewi Tanjung (kanan). (CNN Indonesia/Feybien Ramayanti)
Penyiraman air keras telah dibuktikan dengan hasil tim gabungan Polri yang menyebut cairan yang digunakan untuk menyerang Novel adalah asam sulfat (H2S04). Pun juga dengan beberapa kali pengobatan di sejumlah rumah sakit yang satu pun tidak menyebut adanya kebohongan. Apalagi, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sampai memberi tenggat waktu kepada Kapolri untuk menyelesaikan kasus penyerangan air keras terhadap Novel.

"Secara tidak langsung pelapor sebenarnya telah menuduh bahwa kepolisian, Komnas HAM termasuk Presiden tidak bekerja berdasarkan fakta hukum benar," ujar Aghiffari.

Di satu sisi, ia pun menduga laporan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap Novel. Dewi, ujar dia, tidak berbeda jauh dengan para pendengung alias buzzer yang acapkali menjatuhkan KPK.

Alghiffari pun menduga laporan itu bertujuan untuk menggiring opini publik agar mengaburkan dukungan kepada upaya penuntasan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan. Selain itu juga terhadap penolakan pelemahan KPK dan gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia secara keseluruhan.

"Laporan ini dilakukan bersamaan waktunya dengan desakan publik tentang penerbitan Perppu KPK dan desakan agar kasus penyiraman mata Novel, penyidik KPK, segera dituntaskan. Sehingga, menimbulkan pertanyaan mengapa laporan ini dilakukan saat ini mengingat kasus ini sudah berjalan hampir 3 tahun," kata Alghiffari.

Atas dasar itu Tim Advokasi Novel menyampaikan sejumlah sikap. Pertama, mendesak Polisi untuk menghentikan laporan dugaan rekayasa penyiraman air keras Novel Baswedan. Kedua, Tim Advokasi akan mengambil langkah hukum baik perdata maupun pidana terkait dengan fitnah yang ditujukan Novel.

Berikutnya, mendesak Jokowi untuk segera menuntaskan pengungkapan kasus Novel Baswedan dengan membentuk Tim Independen yang bertanggungjawab secara langsung kepada Presiden.

"Meminta dukungan masyarakat untuk terus mengawal penuntasan kasus Novel maupun kasus teror dan serangan terhadap penyidik/ pimpinan KPK yang merupakan bagian dari upaya pelemahan KPK dan semangat pemberantasan korupsi," tandasnya.

Sebelumnya Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya sedang mempelajari laporan Dewi Tanjng soal dugaan rekayasa penyiraman air keras Novel Baswedan.




sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107192312-12-446464/novel-tanggapi-pelaporan-dewi-tanjung-ke-polisi-ngawur
Share:

Abraham Samad Duga Revisi UU KPK Usulan Taufiequrachman Ruki


Abraham Samad Duga Revisi UU KPK Usulan Taufiequrachman Ruki Mantan Ketua KPK Abraham Samad. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Mantan Ketua KPK Abraham Samad menduga revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) diusulkan oleh pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK 2015 Taufiequrachman Ruki.

Samad menyatakan tak pernah mengusulkan poin krusial yang ada pada revisi peraturan tersebut di masa kepemimpinannya kala itu.

"Bahwa ini usulan tahun 2015. Kan saya mengalami kriminalisasi dan saya berhenti di tengah jalan. Kemudian dilanjutkan oleh Plt Ruki dan kawan-kawan dari Maret sampai Desember 2015. Sepengetahuan saya, kepemimpinan jilid 3, kita tak pernah punya usulan yang disampaikan itu, saya enggak tahu kalau datang dari Plt [Ruki]," kata Samad dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (7/9).

Melihat hal itu, Samad menjelaskan usulan revisi UU KPK oleh Ruki memiliki cacat hukum karena melampaui kewenangannya yang hanya berstatus sebagai pelaksana tugas ketua KPK.


Sebab, kata dia, pelaksana tugas ketua KPK memiliki batasan dalam menjalankan roda institusi KPK. Ia mengatakan Plt Ketua KPK tak memiliki kewenangan untuk memutuskan kebijakan strategis, seperti memberikan usulan revisi UU KPK.

"Kalau usulan datang dari Plt, kalau memang ini benar maka ini menyalahi. Kenapa? Karena Plt punya aturan sendiri enggak boleh keluarkan kebijakan strategis, yang bisa melampaui kewenangan sebagai Plt," kata dia.

"Termasuk misal melakukan rekrutmen pejabat struktural enggak boleh diambil di dalam masa kepemimpinan Plt," tambahnya.

Abraham Samad Duga Revisi UU KPK Usulan Taufiequrachman RukiWakil Ketua KPK Saut Situmorang bersama ratusan pegawai menggelar aksi menolak revisi UU KPK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Berkaca pada hal itu, Samad menilai Plt Ketua KPK saat itu menjalankan tugas dengan tidak benar. Ia mengkonfirmasi bahwa pimpinan KPK periode 2015-2019 saat ini juga tak pernah mengusulkan revisi tersebut.

"Oleh karena itu nanti kami akan crosscheck, kita minta pertanggungjawaban dari Ruki," kata dia.

CNNIndonesia.com telah berusaha menghubungi Taufiequrachman Ruki untuk mengonfirmasi hal ini, namun panggilan telepon dan pesan singkat belum dijawab oleh yang bersangkutan.

Di tempat yang sama, anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menyebut semua poin strategis yang terkandung dalam revisi UU KPK diusulkan oleh KPK kepada DPR pada November 2015 silam.

"Iya ini, ini [diusulkan KPK], Ini 19 November 2015 dokumen [revisi UU KPK] usulan dari KPK," kata Arteria.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan usulan revisi UU KPK telah disepakati Presiden Jokowi, pimpinan KPK, dan akademisi dalam sebuah rapat konsultasi.

"Saya sendiri pernah menghadiri rapat konsultasi dengan Presiden, dan Presiden sebetulnya setuju dengan pikiran mengubah UU KPK sesuai dengan permintaan banyak pihak, termasuk pimpinan KPK, para akademisi, dan sebagainya," kata Fahri lewat pesan singkat kepada wartawan, Jumat (6/9).

Di tempat terpisah, Jokowi mengaku belum mengetahui isi revisi UU KPK yang telah disodorkan DPR.

"Itu inisiatif DPR. Saya belum tahu isinya. Jadi saya belum bisa sampaikan apa-apa," kata Jokowi di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (5/9).



Share:

Jokowi Diminta Buka Lagi Hasil Penyelidikan TPF Kasus Munir


Jokowi Diminta Buka Lagi Hasil Penyelidikan TPF Kasus Munir Sejumlah aktivis membawa topeng bergambar wajah Munir Said Thalib saat Aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 6 September 2018. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

 Mantan Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) Usman Hamid menyatakan pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib sebetulnya bukan kasus yang sulit diungkap. Menurutnya, langkah-langkah detail berserta orang yang diduga terlibat sudah lengkap tercantum dalam hasil laporan TPF.

Karena itu, kata Usman, hal pertama yang bisa dilakukan yaitu Presiden Joko Widodo membuka seluruh hasil penyelidikan TPF.

"Karena di sanalah indikasi-indikasi dari keterlibatan sejumlah orang termasuk dugaan keterlibatan lembaga keamanan negara dalam hal ini BIN, itu diperlihatkan. Di dalam laporan itu pula saran-saran kepada pemerintah dan presiden juga dikemukakan," kata Usman Hamid di Jakarta pada Jumat (6/9).

"Baik itu untuk memulai langkah hukum berupa investigasi yang baru atau bahkan melanjutkannya dengan sebuah tim yang independen agar ada penuntasan terhadap kasus pembunuhan Munir," tambahnya.

Perintah mengumumkan hasil penyelidikan TPF Kasus Munir dimuat dalam Keputusan Presiden Nomor 111 tahun 2004 era Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam poin kesembilan Keppres tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir itu disebut, pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan tim kepada masyarakat.

Selain presiden, dalam kasus ini menurut Usman DPR juga bisa membentuk kembali tim pencari fakta. Langkah ini pernah dilakukan ketika peristiwa pembunuhan Munir baru terjadi pada 2004 silam.

"Saat itu selain tim presiden, DPR ketika itu khususnya Komisi III dan I juga membentuk tim pencari fakta yang di dalam pelaksanaannya juga memanggil sejumlah institusi bahkan mendatangi sejumlah tempat dan lembaga untuk mengumpulkan fakta," ungkap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia tersebut.

Usman juga mengusulkan agar pemerintah Indonesia menjalin kerja sama internasional, jika diperlukan untuk memverifikasi bukti dalam dokumen TPF.

"Saat itu kerja sama internasional sudah terlihat dengan uji forensik ketika jasad Munir untuk pertama kalinya diotopsi dan beberapa organ tubuhnya yang dijadikan sampel telah dianalisa secara toksikologi sehingga bisa diketahui apa penyebab persis kematiannya."

Jokowi Diminta Buka Lagi Hasil Penyelidikan TPF Kasus MunirMantan Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) Usman Hamid. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Hanya saja menurut Usman, perlu kemauan politik yang serius dan sungguh-sungguh untuk melaksanakan langkah tersebut. Ia yakin, jika presiden dan DPR berani maka pemimpin lembaga penegak hukum bakal terdorong melakukan hal serupa.

"Jaksa Agung dapat mengambil langkah misalnya berupa langkah hukum Peninjauan Kembali, atau Kapolri bisa membentuk langkah untuk membentuk tim investigasi yang baru atau membantu kejaksaan agung untuk memperoleh bukti-bukti yang baru," sambung Usman.

Pada 7 September 2004 silam, aktivis HAM Munir Said Thalib tewas dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam. Hasil otopsi menunjukkan Munir tewas karena racun arsenik. Penyelidikan saat itu dilakukan, namun menurut kelompok masyarakat sipil yang menamakan diri Koalisi Keadilan untuk Munir, baru pelaku lapangan yang ditindak.

Proses persidangan kasus pembunuhan Munir menjerat dua orang. Mereka adalah bekas pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto dan Direktur Utama Garuda Indra Setiawan. Indra divonis setahun penjara, sementara Pollycarpus divonis 14 tahun penjara--dengan remisi total 4 tahun 6 bulan 20 hari.

Istri almarhum Munir, Suciwati mengungkit janji Presiden Jokowi yang menyatakan bahwa kasus ini adalah salah satu PR pemerintah eranya. Itu sebab ia terus menuntut dalang pembunuh suaminya diungkap.

"Banyak janji tapi tidak ada bukti sampai sekarang. Ini adalah sebuah pemufakatan jahat yang sampai sekarang mungkin penjahatnya lebih kuat sehingga para presiden tidak berani untuk mengungkapnya," kata Suciwati di Kantor Kontras, Jakarta.

Jokowi Diminta Buka Lagi Hasil Penyelidikan TPF Kasus MunirIstri almarhum Munir, Suciwati saat mengikuti aksi di seberang Istana Merdeka, Jakarta. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Suciwati mengungkapkan angka 15 tahun baginya adalah waktu yang lama untuk menunggu kejelasan penuntasan kasus.

"Dan ini merupakan kasus yang terang-benderang, dalam persidangan kita lihat banyak sekali kejanggalan-kejanggalan, bahkan tidak tanggung-tanggung TPF dibuat presiden, DPR juga membuat TPF, rekomendasinya juga sama. Dan ada nama-nama untuk ditindaklanjuti."

Sementara anggota Koalisi Keadilan untuk Munir yang juga Direktur Asia Justice and Rights (AJAR) Galuh Wandita berpendapat, kasus Munir bisa dijadikan pijakan untuk mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya. Ia mengumpamakan, pembungkaman terhadap Munir--yang ia anggap mengetahui banyak informasi juga kritis itu--merupakan cara untuk menutup jalan kebenaran dan keadilan.

"Misalnya Munir waktu itu duduk di KPP HAM Komnas HAM untuk kasus Timor Timur dan mengetahui banyak sekali tentang apa saja yang terjadi pada saat terjadi pembunuhan dan kekerasan di sana pada 1999. Dia bekerja sangat banyak untuk Aceh, untuk Papua, Marsinah, dan untuk kasus-kasus lainnya," kata Galuh.

"Kita punya cukup bahan untuk mengatakan ini serious crime, karena dia seorang human right defender yang bekerja langsung untuk kasus-kasus kejahatan manusia," sambung dia lagi.

Itu sebab, koalisi juga mendorong perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dengan memasukkan ketentuan khusus mengenai perlindungan pembela HAM. Kebijakan ini mesti ditempuh agar kasus-kasus kekerasan terhadap pembela HAM tak berulang.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190907141813-12-428391/jokowi-diminta-buka-lagi-hasil-penyelidikan-tpf-kasus-munir
Share:

Recent Posts